Tidak Penuhi Panggilan KPK, Begini Pengakuan Bobby Jayanto

  • Whatsapp
Bobby Jayanto
Anggota DPRD Kepri Bobby Jayanto (Baju putih) menggelar konferensi pers di Kantor DPD Nasdem Tanjungpinang, Jumat (3/8). Dalam konferensi pers, Bobby mengungkapkan alasan tidak bisa memenuhi panggilan Penyidik KPK

BAROMETERRAKYAT.COM, TANJUNGPINANG. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepulauan Riau Bobby Jayanto mengakui tidak bisa memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (3/9).

Ia dijadwalkan menjalani pemeriksaan atas kasus dugaan pengaturan barang kena cukai dalam Pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan untuk tersangka Apri Sujadi.

Bacaan Lainnya

Bobby mengungkapkan alasan tidak bisa memenuhi pemanggilan penyidik karena baru menerima surat pemanggilan pukul 13.00 wib. Dalam surat tersebut pemeriksaan dijadwalkan pukul 10.00 wib.

“Sehingga tidak memungkinkan saya memenuhi surat panggilan KPK tersebut,” ujarnya saat menggelar konferensi pers di Kantor DPD Nasdem Tanjungpinang.

BACA JUGA:

KPK Periksa Anggota DPRD Kepri Bobby Jayanto

Ketua DPD Nasdem Tanjungpinang itu menyampaikan, akan mematuhi dan kooperatif terhadap pemanggilan penyidik KPK.

“Oleh sebab itu, saya akan menunggu surat panggilan berikutnya dan penjadwalan kembali pemanggilan oleh KPK terhadap saya selaku saksi,” ucapnya.

Disingung mengenai kapasitasnya sebagai apa dipanggil penyidik KPK, ia juga mengaku belum mengetahui.

BACA JUGA:

Bupati Bintan Terima Jatah Rp6,3 Miliar dari Penentuan Kuota Rokok

“Saya juga tidak tahu, terkait kepentingan saya dipanggil KPK dalam perkara Cukai Rokok ini. Dan sesungguhnya saya sendiri juga sama sekali tidak tahu menahu dengan perkara pengaturan Cukai rokok dan Etil Alkohol yang disidik KPK ini,” ujarnya.

Sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Bintan Nonaktif Apri Sujadi bersama dengan Kepala BP Kawasan Bintan Saleh Umar sebagai tersangka.

Keduanya diduga telah menerima sejumlah uang dari pengusaha yang menerima kuota rokok dan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA).

Dari 2017-2018 Apri diduga menerima uang sebanyak Rp6,3 Miliar, sedangkan Salah Umar diduga menerima uang sebanyak Rp800 Juta.

Perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp250 Miliar.

Pos terkait

Comment