Menjaga Keharmonisan Demokrasi menuju Kontestasi Pemilu 2019

  • Whatsapp

Indikator dan keberhasilan dari terselenggarannya pemilu yaitu adanya keterlibatan masyarakat secara aktif. Masyarakat harus memiliki kepekaan yang besar dalam penentuan menghantarkan seseorang menduduki kursi tahta tertinggi dalam suatu negara. Sensifitas terhadap pentingnya momentum pemilu ini harus menjadi tanggung jawab bersama. Partisipasi bertujuan mendorong aktif kegiatan demokrasi untuk semua proses kepemiluan. Kepentingan fokus partisipasi menjadi indikator peningkatan kualitas demokrasi dan kehidupan politik bangsa.

Keterlibatan atau partisipasi rakyat adalah hal yang sangat mendasar dalam proses demokrasi, karena demokrasi tidak hanya berkaitan dengan tujuan sebuah ketetapan yang dihasilkan oleh suatu pemerintahan, tetapi juga berkaitan dengan seluruh proses dalam membuat ketetapan itu sendiri. Demokrasi memberikan ruang yang luas kepada rakyat untuk berpartisipasi secara efektif dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kebijakan publik serta persamaan bagi seluruh warga negara dewasa untuk ikut menentukan agenda dan melakukan kontrol terhadap pelaksanaan agenda yang telah diputuskan secara bersama.

Bacaan Lainnya

Dalam sejarah panjang demokrasi di indonesia, tercatat beberapa masa kelam. masa paling kelam adalah era orde baru (orba) yang ditandai dengan pemerintahan yang otoriter dan sarat  kolusi, korupsi, dan nepotisme. Orba dianggap masa dimana para penguasa haus akan kekuasaan. Rakyat tidak meiliki peran yang besar dalam suatu bangsa, Suara rakyat dibungkam, perbedaan pandangan dianggap pembangkangan, dan segala bentuk protes atau perlawanan dilumpuhkan karena mengancam “stabilitas dan keamanan negara”.

Konteks politik Indonesia bergeser dari era otoriterisme atau kesewenang-wenangan menuju era demokrasi atau kebebasan. Di era Reformasi, rakyat Indonesia mulai menikmati dan menggunakan hak-hak politiknya, misalnya memilih wakil-wakil rakyat di DPR dan DPRD, serta presiden, gubernur, walikota, bupati, dan para wakilnya, dan pemilihan ini pun dilakukan secara langsung.

Pada era reformasi saat ini rakyat diberikan hak sebesar-besarnya untuk ikut menentukan arah kemajuan Bangsa. Hal ini tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 E ayat 3 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Dengan menganut sistem demokrasi tentunya rakyat memilki kedaulatan yang besar dalam ikut berpartisipasi atau mengontrol roda pemerintahan yang sedang berjalan.

Kemudian yang menjadi tanggungjawab kita bersama yaitu demokrasi harus tetap dijaga keutuhannya tanpa harus mencontreng citra baiknya sebagai sistem yang sedang diterapkan bangsa indonesia. Pilar-pilar demokrasi harus dijalankan sebagaimana mestinya,memberikan masing-masing rakyat indonesia dengan hak yang dimilikinya sebagai warga negara yang diakui secara konstitusional.

Adanya pilar demokrasi ini memberikan dorongan untuk dibentuknya kekuasaan politik dari suatu negara. Kekuasaan politik yang kemudian dibentuk yaitu dengan adanya lembaga eksekutif,legislatif dan yudikatif, dimana antara satu lembaga dengan lembaga yang lain saling independent dan mempunyai level yang sejajar. Hanya saja lembaga-lembaga tersebut memiliki fungsi dan tugas yang berbeda-beda.

10 Pilar-pilar demokrasi menurut achmad sanusi tentunya ini merupakan cara menjaga kerukunan dan kedamaian bangsa indonesia. (Demokrasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, Demokrasi yang Menjunjung Hak Asasi manusia, Demokrasi yang mengutamakan Kedaulatan Rakyat, Demokrasi yang didukung kecerdasan, Demokrasi yang menetapkan pembagian kekuasaan, Demokrasi yang menerapkan konsep Negara Hukum, Demokrasi yang menjamin otonomi daerah, Demokrasi yang berkeadilan sosial, Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat, Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka). Hal ini juga yang tentunya menjadi cita-cita dan harapan para pendiri bangsa.

Pilar menjadi tiang ataupun penyangga yang kuat dari sistem demokrasi. Tanpa adanya pilar-pilar maka kita akan menuju demokrasi yang buta ataupun demokrasi yang kebablasan. Indonesia sebagai bangsa yang besar baik dari segi luas wilayah, penduduk, budaya, serta keanekaragaman penduduknya haruslah menjadi pilar yang kokoh agar dapat berdiri dengan kuat dan tidak dapat terpecahbelah. Memaknai setiap pilar dan menerapkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara  tentunya akan menuju perubahan bangsa ke arah yang lebih baik.

Dalam suatu bangsa, Civil Society atau masyarakat madani baik itu dari kalangan pelajar, mahasiswa, pemuda, LSM juga memiliki tugas dan tanggungjawab yang besar. Dari golongan muda dan golongan tua harus mampu memperhatikan setiap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan melakukan pengontrolan terhadap kinerja roda pemerintahan.

Sebagai bangsa yang besar dan menganut sistem demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tentunya hal ini mampu membawa perubahan indonesia ke arah yang lebih baik. Citra bangsa indonesia dimata Internasional haruslah terjaga kemurniannya. Menjadikan Indonesia sebagai negara yang aman, tentram, rukun dan damai ini merupakan tanggungjawab kita bersama sebagai warga negara.

Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan pemilihan umum sebagai demokrasi tertinggi dalam menentukan pilihan dan menghantarkan seseorang menuju kursi tahta tertinggi dalam suatu daerah maupun negara. Pemilu dianggap merupakan sisem pemilihan yang paling adil di era demokrasi, dimana setiap warga negara diberi hak sebesar-besarnya dan seluas-luasnya untuk memilih sosok pemimpin tanpa ada keterpaksaan.

Dalam pemikiran Bung Hatta, sang Proklamator dan pendiri bangsa Indonesia, menurut kutipan Romo Magnis Suseno, dikatakan bahwa demokrasi kita berbeda dengan demokrasi model Barat. Kedaulatan rakyat di Barat hanya terjadi dalam ranah politik, sedangkan di Indonesia kedaulatan rakyat juga mencakup bidang sosial dan ekonomi. Pembedaan ini dipandang perlu oleh Hatta, sebab menurutnya demokrasi di Barat dilakukan dalam rangka individualisme, sementara kehidupan ekonomi dikuasai oleh kaum kapitalis yang masih tergolong minoritas. Sebaliknya, demokrasi Indonesia dibangun dari dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari pedesaan Indonesia sangat menekankan musyawarah dan mufakat, hak-hak rakyat (termasuk hak untuk mengadakan protes), dan cita-cita tolong-menolong.

Demokrasi Indonesia sangat menjunjung tinggi hak-hak individu, namun tidak individualistik. Semangat kebersamaan, kekerabatan, tolong-menolong, atau gotong royong sangat ditekankan sebagai kearifan masyarakat dan bangsa Indonesia. Supomo, pendiri bangsa lainnya, juga menyebutkan bahwa pembangunan Indonesia harus disesuaikan dengan struktur sosial masyarakat Indonesia, sehingga persatuan harus dikedepankan. Demikian halnya dengan Soekarno, Proklamator sekaligus Presiden (pertama) RI, yang mengingatkan supaya kita mewujudkan kehidupan demokrasi yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia. Kita tidak boleh melakukan demokrasi yang diimpor dari Barat karena memang tidak cocok dengan jiwa keindonesiaan.

Beragamanya masyarakat indonesia tentunya ini bukan suatu hal yang mudah untuk menyatukan dari sabang sampai merauke. Terkadang masyarakat lupa bahwa semboyan negara  kita “Bhineka Tunggal Ika” memiliki arti yang sangat luas. Perlu kita sadari bahwa kesatuan bangsa itu merupakan jati diri bangsa yang sesungguhnya.

Selain itu juga akhir-akhir ini kita melihat bangsa ini seakan sedang dalam keadaan sakit yang menular. Mulai dari isu SARA dan maraknya berita hoax. Isu-isu yang sengaja diciptakan ini diibaratkan sebagai bola salju, yang semakin lama apabila digulirkan terus maka akan semakin membesar dan berbahaya. Jika hal ini terus dibiarkan maka akan memberikan dampak negatif bagi bangsa kita. Hubungan satu sama lain akan rusak dan sistem roda pemerintahan pun akan sukar untuk berjalan secara maksimal.

Semua itu tentu tidak lepas dari momentum pesta politik pada tahun 2019 mendatang. Pemilu menjadi indikator  penilaian yang sebenarnya dari negara demokrasi. Pesta ini seharusnya kita nikmati dengan hati dan fikiran yang jernih. Menjadikannya sebagai momentum yang sangat tepat untuk melihat pastispasi aktif dari rakyat Indonesia. Menikmati pesta ini dengan keharmonisan dan menghindari isu-isu yang dapat memecah-belahkan bangsa dirasa sudah sangat cukup.

Tetapi yang menjadi permasalahan saat ini adalah keanekaragaman atau perbedaan itu sering kali dijadikan alat politisasi. Hal tersebut sering terjadi pada permasalahan perbedaan keyakinan atau agama, membuat perbedaan yang awalnya adalah kekayaan berubah menjadi ancaman. Di dalam momen-momen Pemilu, baik ditingkat daerah ataupun nasional  isu-isu SARA kerap dipolitisasi. Suku, agama, ras, dan golongan dijadikan sebagai alat tunggangan elite politik untuk memperoleh pundi-pundi suara. Akibatnya, masyarakat kita terkotak-kotak. Persahabatan yang dibangun menjadi rusak karena permainan dan kesengajaan di ciptakannya isu SARA, dan ini semata-mata hanya untuk menguntungkan satu kubu politik. Interaksi sosial didalam masyarakat juga memanas bahkan rentan terjadi konflik dan kekerasan.

Permainan isu-isu tersebut tentu tidak lepas dari hadirnya media sosial, dan ini menjadi mesin yang paling bahaya. Pada masa lalu, misalnya di zaman Orde Baru, masa-masa kampanye diisi melalui pengerahan massa dan orasi di lapangan-lapangan terbuka. Di masa kini, kampanye banyak dilakukan melalui media. Kontak fisik memang dibatasi dengan adanya penggunaan media sosial, akan tetapi emosi pemilih dan pengguna media sosial kerapkali diaduk-aduk dengan berbagai kampanye negatif. Karena itu, tensi ketegangan dan konflik tidak berkurang dengan adanya kampanye di dunia maya itu. Sebaliknya, ia menggumpal sebagai potensi destruktif yang kapan saja bisa meledak di dunia nyata. Media sosial dapat menjadi sarana yang ampuh dan efektif untuk memobilisasi massa.

Atas dasar itu, kesan yang muncul kemudian adalah bahwa, pemaknaan politik bagi elit politik negeri ini hanyalah sebuah kekuasaan yang mesti diperebutkan dengan cara apa saja, baik yang halal maupun yang haram. Padahal, kalau mau kembali pada teori politik, kekuasaan dalam struktur-struktur kelembagaan hanyalah sarana untuk mencapai tujuan negara yang lebih luas, yaitu bagaimana rakyat secara wajar dan adil dapat hidup dalam kebersamaan yang penuh keharmonisan diatas ragam perbedaan.

Walau bagaimana pun juga hari ini kita tetap harus mengapresiasi atas usaha yang dilakukan oleh pemerintah dan seluruh elemen masyarakat yang sedang melakukan suatu perjuangan besar untuk menuju bangsa demokrasi yang sesungguhnya. Pemilu langsung, banyaknya partai politik yang terlibat, kebebasan pers, dan kebebasan berpendapat warga negara adalah  capaian-capaian positif yang mesti disyukuri. Kita dapat mengatakan bahwa secara prosedural kita telah mencapai taraf kemajuan yang signifikan dalam proses berdemokrasi. Tetapi secara substansial kita masih perlu bekerja keras untuk meningkatkan kualitas demokrasi kita.

Seiring dengan timbulnya permasalahan yang terjadi dibangsa Indonesia belakangan ini, dan pada saat ini jugalah kita merindukan suasana yang harmonis dalam pesta pemilu. Ini menjadi keinginan hampir setiap warga negara. Tidak ada satu warga negara pun yang menginginkan pesta ini dengan keadaan yang terpecah belah. Kerukunan setiap warga negara harus dibangun secara terus menerus.

Tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam kehidupan sosial menjadi aktor terpenting dalam melakukan pendidikan politik di dalam masyarakat. Ulama adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat  baik dalam masalah-masalah agama maupun masalah sehari-hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan. Tokoh agama juga pelaku utama yang mampu menyampaikan pesan kedamaian antar umat beragama terutama di tengah gejolak politik yang dapat membangun praktik politik uang dan politisasi Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA).

Selain Tokoh agama dan tokoh masyarakat, para mahasiwa dan pemuda tentunya harus ikut menyelesaikan atas permasalahan-permasalahan yang saat ini sedang terjadi di bangsa kita. Mahasiswa dan pemuda merupakan sosok yang tidak dapat dihilangkan dari kehidupan sosial masyarakat. Keduanya memiliki peran yang sangat vital dalam tatanan kehidupan negara. Mereka dianggap manusia yang paling independent (mahasiswa), tidak memihak kepada salah satu kubu politik. Karena pada dasarnya masa depan bangsa terletak pada kaula muda,maka sudah saatnya generasi millenial menjadi solusi dan tempat berteduh rakyat.

Peran aktif para mahasiswa dan pemuda untuk menyuarakan haknya yang menginginkan adanya pemilu yang dilaksanakan dengan damai dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara,mulai dari deklarasi damai,sosialisasi ataupun kegiatan dialog interaktif dengan tokoh ulama ataupun tokoh masyarakat. Hal-hal seperti inilah yang sangat kita harapkan akan memberikan respon positif didalam masyarakat. Menyampaikan pesan-pesan bahwa bangsa kita akan menggelar pesta demokrasi dengan keadaan yang baik-baik saja.

Keharmonisan berpolitik dengan mengedepankan etika dan perilaku tentunya kedua hal ini menjadi kunci menuju proses pemilu 2019 mendatang. Doktrin-doktrin negatif yang dikhawatirkan akan memberikan pengaruh yang besar harus dihilangkan dari cara berfikir para politisi, walaupun sebenarnya hal itulah yang menjadi salah satu strategi politik. Sudah saatnya antar kubu politik bersaing secara sehat. Hentikan cara-cara yang dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat sehari-hari. Masyarakat bukanlah medan pertempuran yang dapat meguntungkan salah satu pihak.

Berpolitik dengan cara yang sehat akan menghantarkan seseorang menjadi pemimpin yang dihargai oleh rakyat secara keseluruhan, baik itu yang nantinya akan menduduki kursi legisatif maupun kursi eksekutif. Tetapi apabila para aktor politik melakukan cara yang tidak sehat maka didalam kekuasaannya nanti juga akan melakukan hal yang sama. Kekuasaan yang diperoleh digunakan sepenuh-penuhnya untuk menyalurkan mandat dari masyarakat yang menginginkan bangsa indonesia terus dalam keadaan yang maju.

Pesta pemilu 2019 mendatang harus kita sambut dengan sebaik-baiknya. Karena inilah momentum yang tepat untuk membawa perubahan indonesia kearah yang lebih baik. Rakyat harus cerdas dalam menentukan pilihan dikotak suara nantinya. Ditiap-tiap kotak suara terdapat harapan besar dari masing-masing rakyat indonesia. Kemudian,sebagai masyarakat yang cerdas sudah sepantasnya kita menghindari politik uang, money politik adalah bukti masyarakat yang peduli akan nasib bangsa indonesia. Rakyat harus sudah mulai sadar bahwa mereka memiliki kadaulatan yang besar dalam bangsa indonesia, dan kedaulatan itu tidak dapat dibeli dengan uang. Money politik adalah cara paling kotor dilakukan oleh para aktor politik.

Marilah kita menikmati pesta Pemilu 2019 mendatang dengan melek politik. Menjaga agar tidak ada perpecahan diantara kita semua, melaksanakan pemilu dengan aman,tentram,rukun dan damai dalam semangat pancasila.

Penulis : Khairil Anam

Pos terkait

Comment