2 PNS Terdakwa Korupsi Perjalanan Dinas Fiktif Dituntut Berbeda

  • Whatsapp

BAROMETERRAKYAT.COM, TANJUNGPINANG. Dua terdakwa kasus korupsi laporan perjalanan dinas fiktif tahun anggaran 2013-2016 di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kepulauan Riau dituntut berbeda oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dodi Ghazali Emil dan Sukamto.

Keduanya yakni mantan kepala BPBD Kepri Edi Irawan dituntut delapan tahun penjara dan mantan bendahara BPBD Kepri Maruli dituntut tujuh tahun penjara.

Bacaan Lainnya

Selain hukuman badan, kedua terdakwa juga dituntut membayar denda Rp 200 Juta subsider 3 bulan kurungan.

Jaksa juga menuntut Edi Irawan Edi untuk membayar uang pengganti Rp 1,279 miliar dari sisa yang dikembalikan sebesar Rp 120 juta, jika tidak mampu membayar maka diganti dengan hukuman tiga tahun enam bulan penjara.

Sedangkan terdakwa Maruli tidak dikenakan uang pengganti karena tidak terbukti menikmati hasil korupsi tersebut.

Jaksa menilai keduanya secara sah dan meyakinkan  terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara Rp 1,39 Miliar.

Perbuatan kedua terdakwa melanggar pasal pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan  atas Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebelumnya, dalam dakwaan jaksa menguraikan modus yang digunakan terdakwa yakni mengunakan nama-nama pegawai dan honorer di lingkungan BPBD Kepri untuk melakukan pencairan dana perjalanan dinas.

Padahal pada kenyataannya nama-nama tersebut tidak pernah melaksanakan perjalanan dinas atau fiktif.

“Nama pegawai atau honorer di lingkungan BPBD Kepri yang sering dipakai oleh terdakwa Maruli telah sepengetahuan dari terdakwa Edi Irawan selaku Pengguna Anggaran BPBD Kepri tahun 2013-2014, padahal pegawai atau honorer tersebut tidak melaksanakan perjalanan dinas,” ujar jaksa penganti Gustian Juanda Putra saat membacakan dakwaan.

Dalam pelaksanaan realisasi pencairan dan pertanggungjawaban biaya perjalanan tersebut, Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) tidak pernah dilibatkan untuk melakukan verifikasi atau penelitian kelengkapan dokumen.

Bahkan, tanpa verifikasi PPK terdakwa Maruli tetap mengajukan bukti-bukti SPJ perjalanan dinas dan dokumen kelengkapan administrasi pencairan dengan menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan Surat Perintah Membayar (SPM) ke terdakwa Edi Irawan selaku Pengguna Anggaran untuk ditanda tangani.

“Terdakwa Edi Irawan selaku pengguna anggaran pada saat menandatangani SPM telah melawan hukum dengan tidak melakukan pengujian terhadap kebenaran materil dari bukti-bukti (SPJ) dan dokumen kelangkapan administrasinya,” ujarnya.

Dia menambahkan, perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan Negara sebesar Rp 1,39 Miliar.*

Pos terkait

Comment