BAROMETERRAKYAT.COM, Jakarta. Presiden Joko Widodo mengklaim pembanguanan jalan desa mencapai 191.000 kilometer.
Hal itu disampaikan, capres petahana saat debat kedua capres di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2) kemarin.
Pemerhati kebijakan infrastruktur publik, Suhendra Ratu Prawiranegara, angka capaian tersebut patut dipertanyakan keabsahan dan validitasnya.
“Jujur saya kaget dan terheran-heran, kalau mengadopsi ekspresi beliau (Jokowi), kalau mendapatkan sesuatu berita, info atau masalah kan selalu bilang kaget dan heran. Saya pakai istilah ini untuk mengkritisi data yang beliau sampaikan tentang jalan desa,” sebut Suhendra dikutip dari RMOL, Selasa (19/2).
Begini, total jalan di Indonesia sejak awal tahun 1950-an sampai dengan sekarang ini dalam kisaran 530.000 Km (sumber Kementerian PUPR).
Ini jumlah keseluruhan mencakup jalan nasional, jalan provinsi dan jalan kabupaten. Secara teroritis dan empiris data capaian yang disampaikan Jokowi patut dipertanyakan, dan cenderung tidak bisa dipertanggung jawabkan.
Jalan desa berada dalam wilayah kabupaten, sementara panjang jalan kabupaten dan kota di seluruh Indonesia saat ini dalam kisaran 437.000 Km. “Jadi dengan kata lain hebat sekali dan luar biasa pemerintahan ini jika sudah dapat membangun jalan desa sepanjang 191.000 km selama dalam kurun waktu tiga tahun anggaran 2015-2018,” ujar Suhendra.
“Perlu diketahui juga oleh masyarakat luas, bahwa kondisi jalan yang eksisting di Indonesia saat ini tidak semuanya beraspal. Dari total panjang jalan di Indonesia, 530.000 Km, hampir 45 persen jalan di Indonesia permukaan jalannya masih berupa tanah dan kerikil (sirtu),” tambah mantan Staf Khusus Menteri PU ini.
Jadi, jika diklaim sudah membangun jalan sepanjang 191.000 Km, artinya sudah 90 persen seluruh jalan di Indonesia sudah tidak lagi tanah dan kerikil permukaannya. Faktanya tidak demikian. Jadi benar-benar data dan ucapan klaim Jokowi tidak berdasar.
“Joko Widodo ini memang sebagai Capres ya, namun beliau juga kan Presiden RI yang aktif. Jadi kalau dengan mudahnya menyampaikan data yang keliru dalam forum kenegaraan yang dijamin UU seperti proses debat dalam Pilpres, patut disayangkan. Karena kan hal yang disampaikan seorang Presiden tentu memiliki makna dan dan berfungsi sebagai sumber informasi dan pengetahuan bagi masyarakat,” demikian Suhendra.
Redaksi | RMOL
Comment