BAROMETERRAKYAT.COM, TANJUNGPINANG. Dua terdakwa kasus korupsi laporan perjalanan dinas fiktif tahun anggaran 2013-2016 di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kepulauan Riau menjalani sidang perdana.
Keduanya didakwa JPU pasal berlapis memperkaya diri sendiri sehingga menyebabkan kerugian negara.
Sidang terbuka untuk umum ini dipimpin majlis hakim Santonius Tambunan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Rabu (20/3).
Kedua terdakwa yakni mantan kepala BPBD Kepri Edi Irawan dan mantan bendahara BPBD Kepri Maruli, dalam perkara tersebut kedua terdakwa masih berstatus PNS.
Dalam surat dakwaan, JPU menyebutkan bahwa kedua terdakwa telah melanggar pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 dan pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Untuk kasus tersebut, jaksa menguraikan modus yang digunakan terdakwa yakni mengunakan nama-nama pegawai dan honorer di lingkungan BPBD Kepri untuk melakukan pencairan dana perjalanan dinas.
Padahal pada kenyataannya nama-nama tersebut tidak pernah melaksanakan perjalanan dinas atau fiktif.
“Nama pegawai atau honorer di lingkungan BPBD Kepri yang sering dipakai oleh terdakwa Maruli telah sepengetahuan dari terdakwa Edi Irawan selaku Pengguna Anggaran BPBD Kepri tahun 2013-2014, padahal pegawai atau honorer tersebut tidak melaksanakan perjalanan dinas,” ujar jaksa penganti Gustian Juanda Putra saat membacakan dakwaan.
Dalam pelaksanaan realisasi pencairan dan pertanggungjawaban biaya perjalanan tersebut, Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) tidak pernah dilibatkan untuk melakukan verifikasi atau penelitian kelengkapan dokumen.
Bahkan, tanpa verifikasi PPK terdakwa Maruli tetap mengajukan bukti-bukti SPJ perjalanan dinas dan dokumen kelengkapan administrasi pencairan dengan menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan Surat Perintah Membayar (SPM) ke terdakwa Edi Irawan selaku Pengguna Anggaran untuk ditanda tangani.
“Terdakwa Edi Irawan selaku pengguna anggaran pada saat menandatangani SPM telah melawan hukum dengan tidak melakukan pengujian terhadap kebenaran materil dari bukti-bukti (SPJ) dan dokumen kelangkapan administrasinya,” ujarnya.
Dia menambahkan, perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan Negara sebesar Rp 1,39 Miliar.*
Comment