Refleksi Pemilu 2024 di Kabupaten Bintan, “Terasa Berbeda”?

  • Whatsapp

Penulis : Helianto, S.Pd., M.Si (Komisioner KPU Bintan)

Kabupaten Bintan sebagai salah satu wilayah di Kepulauan Riau yang memiliki karakteristik yang unik secara geografis, ekonomi, dan sosial tentu mempengaruhi kompleksitas jalannya pesta demokrasi Pilkada ditingkat daerah atau lokal. Keunikan daerah kabupaten Bintan tidak hanya sebagai beranda negara yang berada di ujung perbatasan barat Indonesia. Namun juga menaungi pariwisata dan industri yang strategis sehingga mobilitas populasi kependudukan cukup tinggi, hal ini juga tentu memberikan dampak kehidupan sosial di kabupaten Bintan yang menjadi multikultural.

Berbicara pesta demokrasi tahun 2024, Kabupaten Bintan menjadi salah satu daerah di Provinsi Kepulauan Riau yang menarik untuk kemudian dibahas. Kabupaten Bintan sebagai salah satu dari tujuh kabupaten/kota yang ada di Kepulauan Riau menjadi pusat sorotan saat pesta demokrasi
Pilkada berlansung ditahun itu. Hal itu dikarenakan pada saat pengumuman calon kepala daerah oleh Lembaga penyelenggara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bintan hanya ada satu nama pasangan calon yang di umumkan.

Fenomena satu pasangan calon yang terjadi di Bintan, atau yang dikenal dengan sebutan Calon Tunggal di kabupaten Bintan pada Pilkada 2024 secara langsung menimbulkan atau memunculkan pertanyaan yang fundamental mengenai esensi kompetisi dalam sistem demokrasi. Di satu sisi, kondisi ini bisa mencerminkan adanya konsolidasi politik dan kekuatan dominasi Pasangan Calon (paslon) petahana yang berhasil memborong dukungan mayoritas partai politik. Berdasarkan hal ini, tidak sedikit kemudian ada yang mengatakan keberhasilan pasangan calon tunggal menggalang koalisi besar menunjukkan kemampuan negosiasi politik yang superior, dan ada juga kemudian yang mengatakan kondisi calon tunggal menunjukkan minimnya figur penantang yang berani atau mampu memenuhi ambang batas pencalonan.

Namun, di sisi lain, fenomena calon tunggal ini juga menimbulkan asumsi dari beberapa masyarakat atau kelompok masyarakat terhadap kualitas demokrasi yang menurun, hal ini tentu berimplikasi pada kualitas demokrasi itu sendiri. Ketika publik dihadapkan pada satu pilihan, unsur kompetisi yang seharusnya menjadi roh demokrasi menjadi hilang. Hal ini berpotensi menurunkan partisipasi pemilih (Voters Turnout), menimbulkan apatisme, dan mengikis semangat kritik publik terhadap program-program calon yang ada. Masyarakat seolah kehilangan opsi untuk membandingkan visi dan misi secara mendalam dari berbagai perspektif calon pemimpin. Dengan demikian, meskipun secara prosedural Pilkada tetap berjalan, secara substansial pesta demokrasi di Bintan terasa “berbeda,” lebih menyerupai referendum dibandingkan kontestasi politik.

Meskipun prinsip demokrasi adalah kompetisi, peraturan perundang-undangan di Indonesia, khususnya yang dikeluarkan oleh KPU, telah mengantisipasi dan mengatur mekanisme pelaksanaan Pilkada dengan calon tunggal. Dasar hukum yang memungkinkan kondisi satu Paslon terjadi berawal dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2015. MK memutuskan bahwa Pilkada harus tetap dilaksanakan demi menjamin hak konstitusional warga negara untuk memilih, meskipun hanya terdapat satu pasangan calon yang memenuhi syarat. Artinya pada saat pencoblosan, tidak hanya satu kotak yang terdapat disurat suara, namun ada pilihan lain yaitu Kolom Kosong/”Kotak Kosong” sebutan akrab masyarakat Bintan yang menjadi opsi untuk memilih jika masyarakat tidak ingin memilih calon tunggal yang ada di surat suara tersebut.

Aturan KPU yang relevan, seperti yang termaktub dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota (PKPU No. 8 Tahun 2024 dan Turunanya), secara teknis menjabarkan kondisi yang memungkinkan calon tunggal: 1.Kegagalan Pendaftaran Ulang/Perpanjangan: Calon tunggal terjadi jika setelah masa pendaftaran dibuka, dilakukan perpanjangan pendaftaran, dan sampai batas akhir perpanjangan tersebut, hanya satu Pasangan Calon yang mendaftar dan dinyatakan memenuhi syarat. Perpanjangan masa pendaftaran ini adalah upaya KPU untuk mendorong munculnya Paslon kedua. 2.Mekanisme ‘Kotak Kosong’: Ketika hanya ada satu Paslon yang ditetapkan, KPU menetapkan mekanisme pemilihan yang unik, yaitu Paslon tunggal tersebut akan berhadapan dengan “Kolom Kosong” (Kotak Kosong) pada surat suara.
Ketentuan ini memastikan bahwa asas kedaulatan rakyat tetap dihormati. Pemilih tidak hanya memiliki opsi untuk memilih Paslon tunggal tersebut, tetapi juga memiliki hak untuk menolak Paslon tersebut dengan cara memilih Kotak Kosong. Jika Kotak Kosong memenangkan lebih dari lima puluh persen (50%) suara sah, maka Pilkada di daerah tersebut akan ditunda dan dilaksanakan pada jadwal Pilkada susulan.

Implikasi Lanjut dan Tantangan Partisipasi

Keberadaan calon tunggal pada saat Pilkada di Bintan menempatkan KPU Bintan dan semua pihak terkait, pada tugas yang lebih berat dalam konteks sosialisasi dan pendidikan pemilih untuk partisipasi pemilih. KPU Bintan harus secara intensif melakukan kerja-kerja berkaitan dengan peningkatan partisipasi pemilih kepada masyarakat di Kabupaten Bintan. Terutama mengenai makna dan konsekuensi memilih Kolom Kosong, agar Pilkada tidak kehilangan legitimasi.

Bagi Paslon tunggal, meskipun tidak memiliki lawan tanding yang nyata, mereka tetap harus membuktikan kelayakan dan mendapatkan legitimasi yang kuat melalui perolehan suara yang signifikan di atas 50% melawan Kotak Kosong. Berkaitan dengan hal ini, tentu angka partisipasi pemilih dan persentase kemenangan akan menjadi tolok ukur utama penerimaan publik terhadap Paslon tersebut. Pilkada Bintan
2024, dengan fenomena calon tunggalnya, menjadi studi kasus menarik di Kepulauan Riau yang menguji kedalaman demokrasi, bahkan dalam situasi tanpa kompetisi.

Pos terkait

Comment