Faisal Bisri Kritik Keras Bijih Nikel Sampai Cina saat Pemerintah Larang Ekspor

  • Whatsapp
Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri (Foto: Detikcom)

BAROMETERRAKYAT.COM, JAKARTA. Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengendus adanya permasalahan pada komoditas nikel di Indonesia.

Faisal menemukan laporan jika China menerima impor bijih nikel dari Indonesia, padahal ekspor bijih nikel telah dilarang dari tahun lalu.

Faisal membeberkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tidak ditemukan ekspor untuk bijih nikel pada tahun 2020.

“Tahun 2020 pemerintah melarang, berdasarkan data BPS tidak ada ekspor untuk kode HS 2604 nickel ore and concentrate,” katanya dalam acara CORE Media Discussion, Selasa (12/10).

Namun, General Customs Administration of China mencatat tahun 2020 masih ada 3,4 juta ton impor dari Indonesia dengan nilai US$ 193,6 juta atau setara Rp 2,8 triliun.

“Kalau kursnya Rp 14.577 rata-rata JISDOR tahun 2020,” katanya.

Dia mengatakan, potensi kerugian negara dari transaksi gelap atau illicit transaction ini bisa dihitung. Asal, kata dia, pemerintah punya niat.

“Nah ini mekanismenya bagaimana kalau pemerintah punya niat, gampang sebetulnya melacaknya. Jadi hitung saja produksi smelter berapa, kemudian kebutuhan normal berapa, dia beli lebih banyak nggak, dia beli untuk proses produksi atau jangan-jangan ada sebagian dia jual ke luar walupun tidak boleh, numpang aja, menunggangi,” paparnya.

Dalam kesempatan tersebut, Faisal juga mengkritik keras perlakuan pemerintah terhadap investor China. Sebab, para investor itu mendapat nikel dengan harga murah.

Harga nikel kadar 1,8% mengacu Shanghai Metals Market (SMM) sebesar US$ 69,51 per ton pada semester II 2020. Sementara, harga patokan mineral (HPM) logam US$ 31,48 per ton. Harga HPM inilah yang didapat China.

Di semester I 2021, harga nikel mengacu SMM sebesar US$ 79,61 per ton. Lalu, harga nikel mengacu HPM US$ 38,19 per ton.

Menurutnya, hal itu merupakan kesalahan pemerintah. Lantaran, sengaja menerapkan harga murah untuk mendapat penerimaan yang sedikit.

“Nikel ini semester II tahun 2020 harga internasional karena konsumen kita kebanyakan China jadi saya pakai Shanghai Metal Market. Kemudian Anda lihat lagi yang terbaru semester I 2021 US$ 79,61 per ton, HPM-nya US$ 38,19 jadi separuhnya pun tidak,” katanya.

“Ini ketololan yang luar biasa. Kalau kita hitung-hitung, pemerintah sengaja menetapkan harga murah supaya pemerintah dapat jatahnya PNBP-nya sedikit, goblok ya,” tambahnya.

Menurutnya, kondisi tersebut menunjukkan cara pemerintah melayani investor China. Sebab, memberikan nikel dengan harga murah.

“Jadi, beginilah caranya kita melayani investor dari China itu. ‘Hei investor dari China datang ke Indonesia tak kasih emas kalian. Kalau pabrik kalian di China kalian bayar US$ 79, di Indonesia paling tinggi US$ 38’. Karena nanti bayarnya paling US$ 25 atau US$ 30. Ini harga gross karena trader ada, ongkos angkut ada, macam-macam gitu ya, pinalti segala macam, dapatnya bersihnya paling tinggi US$ 30,” tambahnya.

Sumber: Detikcom

Pos terkait

Comment