BAROMETERRAKYAT.COM. Untuk mengurangi resiko terhadap penyebaran penyakit kanker, semua orang harus perhatikan asupan yang masuk didalam tubuh.
Jika tidak mau memperhatikan asupan makanan dalam tubuk maka kanker akan mengintai diri kita.
Menurut ketua Yayasan Kanker Indonesia, Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SppD, K-HOM, makanan seperti fast food, minyak untuk menggorengnya idealnya digunakan hanya dua kali.
Apabila minyak goreng tersebut dipakai sampai berhari-hari maka minyak goreng tersebut akan berubah menjadi bahan yang berbahaya dan merusak sel tubuh.
“Apa sih jeleknya fast food, yang pertama menjadi kita kebanyakan makan, tapi yang kedua minyak gorengnya itu. Karena minyak goreng itu harusnya hanya dipakai dua kali, ini dua hari. Ini yang menjadi bahan-bahan oksidan, ada yang ke jantung, ada yang ke sel kanker,” Kata Prof Aru saat Konferensi Pers YKI Family Funwalk 2017 bersama Wardah Cosmetics dalam memperingati Hari Kanker Sedunia yang bertema ‘We Can. I Can’ baru-baru ini seperti dilansir Detik.com, Senin (27/2)
Demikian juga dengan kentang goreng atau populer disebut french fries tentu dinilai mempunyai selera tersendiri bagi para penggemarnya.
Namun jika digoreng pada suhu sangat tinggi dan dalam waktu yang lama akan sangat berbahaya, karena selama prosesnya muncul zat akrilamida, agen karsinogen atau pemicu kanker.
Begitu juga daging merah, misalnya daging sapi, yang diolah dengan cara dibakar lalu muncul bagian yang gosong lebih memicu munculnya risiko kanker jika dibandingkan dengan daging putih seperti ikan atau daging ayam.
Semua ini memang tidak bisa kita hindari. Kata Prof Aru, apabila ditemukan ciri-ciri seperti berat badan turun drastis, ada benjolan yang tak hilang-hilang dan tak timbul rasa sakit, rasa lemas yang berlebihan karena anemia, rasa sakit yang tidak hilang di suatu tempat tubuh tertentu, serta pendarahan pada tempat yang lazim tapi waktunya tidak lazim sebaiknya lakukan deteksi awal yang dapat meningkatkan efektivitas penanganan potensi kanker.
“Semakin tinggi stadiumnya, semakin sulit diobati, semakin sulit disembuhkan, dan semakin pendek harapan untuk hidup,” pungkas Prof Aru.
(Redaksi/Detik)
Comment